TANGERANG, Baratv.id — Jumat, 16 Mei 2025 menjadi hari bersejarah bagi Kabupaten Tangerang, Banten. Kementerian Lingkungan Hidup secara resmi menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatiwaringin beserta fasilitas pengolah limbah industri terbesar di wilayah tersebut.

Langkah tegas ini diambil demi keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Namun, setelah gerbang ditutup dan mesin dimatikan, muncul pertanyaan penting: Apakah hal ini akan dibiarkan begitu saja?

Sampah tidak pernah berhenti. Ia terus hadir setiap hari, berasal dari rumah tangga, industri, hotel, restoran, rumah sakit, dan berbagai sektor lainnya.

Penutupan satu lokasi pembuangan bukan berarti persoalan selesai. Justru ini adalah momen penting yang menuntut seluruh elemen — pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat — untuk berpikir ulang tentang sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan.

Di berbagai sudut kota, masih terlihat budaya buang sampah sembarangan yang mengakar kuat. Di sepanjang jalan permukiman, kantong plastik berisi sampah dibuang begitu saja, seolah-olah pinggir jalan adalah tempat pembuangan legal. Sampah juga kerap dilempar dari kendaraan yang melintas tanpa rasa bersalah.

Kondisi mengenaskan TPA Jatiwaringin terlihat dari gunungan sampah yang menjulang tinggi dengan asap mengepul dari sela-selanya. Pemandangan inilah yang memicu kemarahan Menteri Lingkungan Hidup hingga akhirnya memutuskan menutup tempat pembuangan akhir terbesar di Kabupaten Tangerang tersebut
Kondisi mengenaskan TPA Jatiwaringin terlihat dari gunungan sampah yang menjulang tinggi dengan asap mengepul dari sela-selanya. Pemandangan inilah yang memicu kemarahan Menteri Lingkungan Hidup hingga akhirnya memutuskan menutup tempat pembuangan akhir terbesar di Kabupaten Tangerang tersebut

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Tangerang, tetapi juga di banyak kota lain di Indonesia. Ini bukan lagi sekadar persoalan fasilitas, melainkan cerminan pola pikir dan kebiasaan kolektif yang harus diubah.

Tanpa strategi jangka panjang yang terintegrasi, penutupan TPA Jatiwaringin hanyalah memindahkan masalah dari satu titik ke titik lain. Tanpa edukasi, penegakan hukum, dan sistem pengelolaan modern, sampah akan menumpuk dalam bentuk lain: gunungan liar yang merusak estetika, mencemari lingkungan, dan mengancam kesehatan.

Jika kondisi ini dibiarkan tanpa tindakan konkret dan langkah cepat, maka masalah baru akan segera muncul. Selama ini, sebagian besar yang terdengar dari pihak terkait hanyalah wacana tentang pengelolaan sampah yang lebih baik.

Yang dibutuhkan saat ini adalah aksi nyata, terukur, dan berkelanjutan — bukan sekadar pernyataan dalam konferensi pers atau dokumen perencanaan yang tidak pernah direalisasikan.

Kini saatnya Banten Genius Network berpikir untuk menyediakan solusi alternatif, berperan aktif dalam pengelolaan limbah, serta turut menjaga kelestarian lingkungan.

Penutupan ini seharusnya menjadi momentum untuk membangun sistem baru yang berorientasi pada pengurangan sampah dari sumbernya, pengelolaan berbasis teknologi, serta menumbuhkan budaya sadar lingkungan mulai dari rumah, sekolah, pabrik, pasar, hingga kantor.

Karena jika bukan sekarang, kapan lagi? Dan jika bukan kita, siapa lagi?

Oleh: Ahmad Sam’un Shofa
Anggota Bidang, Banten Genius Network

(Irawan)