TANGERANG, Baratv.id — Pemerintah Kota Tangerang bertindak tegas terkait dugaan pelecehan seksual terhadap seorang siswa di SMP Negeri 23 Kota Tangerang.
Seorang guru berinisial SY yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah telah resmi dicopot dari jabatannya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang, Jamaluddin, menjelaskan pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan sekolah serta instansi terkait untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
“Gurunya sudah dipanggil dan dinonaktifkan dari SMPN 23 sambil menunggu kejelasan hukum. Karena sudah dilaporkan ke pihak kepolisian, kita tunggu hasil hukumnya agar jelas kondisinya antara pelapor dan terlapor,” ungkap Jamaluddin, Jumat (15/8/2025).
Ia menegaskan, apabila terbukti bersalah,
status kepegawaian SY akan diproses sesuai ketentuan, termasuk kemungkinan diberhentikan secara permanen.
Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Tangerang DP3AP2KB, Tito Chairil Yustiadi, menuturkan bahwa pihaknya mendampingi korban secara penuh mulai dari pembuatan laporan polisi, visum et repertum, hingga konseling berkelanjutan bagi korban dan keluarganya.
“Pemkot juga akan menggelar sosialisasi serta pembinaan pencegahan kekerasan seksual untuk seluruh siswa SMPN 23 Kota Tangerang,” ujarnya.
Kuasa hukum korban, Tiara Nasution, menyampaikan bahwa dugaan pelecehan terjadi sebanyak tiga kali pada Mei 2025. Menurutnya, korban yang masih remaja tidak mampu melawan karena diliputi rasa takut.
“Pelaku adalah wakil kepala sekolah berinisial SY. Korban hanya bisa pasrah. Kami minta DPRD Kota Tangerang mengawal kasus ini agar pelaku tidak lolos dari jerat hukum,” tegas Tiara.
Laporan resmi sudah disampaikan ke pihak kepolisian pada 25 Juni 2025. Dalam audiensi dengan DPRD, Tiara juga meminta Wakil Ketua II DPRD Kota Tangerang, Arief Wibowo, memastikan
proses hukum berjalan transparan.
Sementara itu, Humas SMPN 23 Kota Tangerang, Sri Mulyani, membenarkan SY pernah mengajar di sekolah tersebut, namun sejak Juli 2025 sudah tidak aktif.
“Kasusnya sudah ditangani kepolisian. Jika dipanggil menjadi saksi, kami siap bekerja sama,” katanya.
Kasus ini menimbulkan kritik publik lantaran muncul tak lama setelah Pemkot Tangerang meraih penghargaan
Kota Layak Anak (KLA) Peringkat Nindya Tahun 2025 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Aktivis perlindungan anak dari Rights, Anita Melodina, mempertanyakan keseriusan pemerintah daerah dalam melindungi anak-anak.
“Sekolah harus menjadi benteng terakhir yang menjaga anak-anak. Jika benteng ini runtuh, berarti ada masalah serius dalam sistem,” jelasnya.
Menurut Anita, kasus ini tidak bisa hanya dipandang sebagai kesalahan individu semata, melainkan menunjukkan
lemahnya pengawasan dan penegakan aturan.
“Kalau keamanan anak saja tidak bisa dijamin, untuk apa kita menyebutnya tempat pendidikan?” pungkasnya.
(Red)






