JAKARTA, Baratv.id — Keluarga dari Supardi (82), korban tabrak lari yang meninggal dunia, menyatakan keberatannya atas keputusan penangguhan penahanan kota terhadap terdakwa. Pernyataan itu disampaikan usai sidang di ruang Prof. R. Oemar Senoadji, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (7/8/2025).
“Kami mengikuti proses persidangan hari ini. Setelah kuasa hukum terdakwa menyampaikan eksepsi, hakim menutup sidang dan akan dilanjutkan pekan depan, itu kami terima. Namun soal penangguhan tahanan kota dengan alasan sakit, kami tidak bisa menerima,” ujar Haposan, anak almarhum Supardi, kepada wartawan.
“Kami punya rekamannya. Sehari setelah sidang pertama, kami melihat terdakwa di pasar. Sehat-sehat saja, bahkan bawa belanjaan.”
Salah satu anggota keluarga korban menangis histeris di depan ruang sidang. Ia menyampaikan rasa kehilangan dan berharap terdakwa mendapat hukuman yang setimpal.
“Saya mohon kepada majelis hakim dan aparat penegak hukum lainnya, terdakwa telah menghilangkan nyawa dan tidak bertanggung jawab. Saya harap dihukum setimpal sesuai hukum yang berlaku,” katanya sambil terisak.
Keluarga juga meminta majelis hakim menolak eksepsi dari kuasa hukum terdakwa Ivon.
Ivon diduga melanggar Pasal 310 ayat 4 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Korban Supardi meninggal setelah ditabrak saat jogging, namun terdakwa mengklaim hanya menabrak tiang.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan. Terdakwa langsung meninggalkan ruang sidang tanpa komentar. Kuasa hukumnya berkata, “Kita tunggu saja, ikuti prosesnya.”
Kecelakaan terjadi pada 9 Mei 2025 di depan Sekretariat RW 10, Perumahan Taman Grisenda, Kelurahan Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.
“Peristiwanya sekitar jam 05.30 pagi, papa saya sedang jogging lalu ditabrak dari belakang. Pelaku sempat kabur, tapi ada saksi yang melihat dan mobil pelaku ditemukan terparkir di ruko dalam komplek,” ujar anak korban dalam wawancara Kamis (24/7/2025).
“Pelaku didatangi security, tapi dia mengelak dan bilang hanya menabrak tiang, padahal kaca depan mobil pecah dan ada darah serta rambut di situ,” sambungnya.
Korban sempat dirawat di ICU selama tiga hari sebelum meninggal pada 11 Mei 2025. Tidak ada satu pun pihak keluarga pelaku yang datang menjenguk.
“Papa dibawa ke RS PIK, dirawat tiga hari, dan tidak ada yang datang menanyakan kondisinya hingga beliau meninggal,” ujarnya.
Ivon sempat ditahan 13 hari sebelum penangguhan dikabulkan. Setelah itu, tidak ada upaya untuk meminta maaf secara langsung.
“Sudah satu setengah bulan lebih dia tidak ditahan, tapi juga tidak pernah datang menemui keluarga. Katanya sempat datang pagi-pagi ke rumah, tapi tidak bertemu saya,” tutupnya.
(*/Red)






